Kemarin malam aku mimpi kena banjir, lalu cuci tangan dari air banjir
itu. Jujur aku paling sebal mimpi yang ada air-nya. Menurut tafsir
mimpi aliran Kungfu Kuburan Kuno, air berarti emosi. Kita seakan dikasih isyarat akan terlibat suatu kejadian yang menguras emosi jiwa.
Tidak tahu kebetulan
atau kebenaran,
siang tadi aku tonton Ada Apa dengan Cinta (AADC) 2. Orang bilang,
ati-ati nonton film ini, takutnya baper. Baper?? Prett...!! Udah ga
zamannya kali baper. Udah bilang "dear mantan, maapin aku yang dulu"
juga.
Benar aja. Sekalipun ada beberapa adegan Cinta-Rangga yang kusukai, bukan chemistry mereka yang memecahkan kejumudan hatiku. Tetapi tentang Rangga yang bertemu ibunya sejak 25 tahun lalu--sejak Rangga dicampakkan begitu saja seperti kantong kresek bekas gorengan.
Ada pedih menusuk-nusuk di kedalaman saat kusaksikan Rangga menangis bisu dalam pelukan perempuan yang meninggalkan kekosongan di hati sekaligus membuatnya menanggung rindu setengah mati. Seketika bulir hangat mengalir dari kantung mataku. Aih, mata ini mengapa tak mampu menahan emosi? Mengapa harus menangis gara-gara Rangga bertemu perempuan renta, sakit-sakitan, dan pikun?
Hatiku sontak membuncah. Satu bisikan menjerit pelan, "Ibu!"
Getaran
gemanya mampu meluluhlantakkan ketegaran yang kupupuk diam-diam. Aku
terkejut menemukan diriku menangis bisu di dalam bioskop gelap penuh
penonton. Bukan menangisi nasib Rangga, melainkan nasibku yang ternyata
lebih pedih dari Rangga.
"Kamu beruntung, Rangga. Kamu masih bisa menemui ibumu seperih apa pun rasamu membebat rindu. Tetapi aku.....? Bagaimana kukejar rindu jika kutemukan hanyalah batu nisan dingin yang tak membalas pelukanku? Bagaimana pula kukejar rindu sang ayah yang telah mendahului ibu?"
Kadang-kadang aku sedih melihat anak-anak memilih bermusuhan dengan orangtuanya. Jika boleh berkata, aku ingin bilang, "Bolehkah orangtuamu untukku saja?"
Kadang-kadang aku cemburu melihat anak-anak dimanjakan orangtua mereka. Minta apa saja dikabulkan. Minta rumah, minta mobil, minta dimodalin kawin, dikabulkan.
Kalian beruntung memiliki ayah-ayah dan ibu-ibu yang masih sehat dan mampu membahagiakan kalian. Kalian beruntung memiliki orangtua-orangtua yang masih bisa membalas pelukan tangan kalian. Dan kalian beruntung memiliki orangtua-orangtua yang masih bisa diajak bertengkar bersama kalian.
Maka bertengkarlah! Bingar pun tak mengapa! Setidaknya kalian masih mendengar suara mereka. Setidaknya kalian tahu mereka masih bernapas dan sehat walafiat untuk diajak berdebat.
Karena aku tidak bisa mendapatkan lagi itu semua......
Karena aku hanya bisa berpura tegar seakan aku baik-baik saja tanpa melihat senyuman mereka.....
Setidaknya aku masih dapat menyimpan kenangan indah itu. Mungkin harusnya kubilang tersimpan baik pula di dalam komputer andai file berharga itu tidak ceroboh terhapuskan.
Setidaknya perasaan rindu dan sayang ini tertanam baik dalam novel Summer Triangle dan Love in Twilight yang memang kutulis khusus mengangkat tema "tentang kehilangan" dan "baper". Tapi nggak ada tema khusus tentang kisah orangtuaku. Ceritanya tetap percintaan ala anak muda. Namun kisah tentang orangtuaku kurepresentasikan melalui kesedihan tokoh Nina saat kehilangan kakeknya.
And last but not least....
Setidaknya
aku memiliki istri, anak, mertua, saudara-saudara, dan keponakan yang
mampu menetralisir racun kerinduan berlebih ini. Percayalah, bertambah
umur tidak menjamin kita semakin pandai mengatasi kerinduan pahit
semacam ini. Namun bertambah orang-orang yang menyayangi dan disayangi
membuat kita terbantu untuk mengatasi kerinduan ini lebih lembut dan
cepat.
So thank you, Rangga. Kamu sudah membuat aku baper kayak gini. Yang kamu lakuin ke aku itu sungguh....JA.....HAT......
Benar aja. Sekalipun ada beberapa adegan Cinta-Rangga yang kusukai, bukan chemistry mereka yang memecahkan kejumudan hatiku. Tetapi tentang Rangga yang bertemu ibunya sejak 25 tahun lalu--sejak Rangga dicampakkan begitu saja seperti kantong kresek bekas gorengan.
Ada pedih menusuk-nusuk di kedalaman saat kusaksikan Rangga menangis bisu dalam pelukan perempuan yang meninggalkan kekosongan di hati sekaligus membuatnya menanggung rindu setengah mati. Seketika bulir hangat mengalir dari kantung mataku. Aih, mata ini mengapa tak mampu menahan emosi? Mengapa harus menangis gara-gara Rangga bertemu perempuan renta, sakit-sakitan, dan pikun?
Hatiku sontak membuncah. Satu bisikan menjerit pelan, "Ibu!"
"Kamu beruntung, Rangga. Kamu masih bisa menemui ibumu seperih apa pun rasamu membebat rindu. Tetapi aku.....? Bagaimana kukejar rindu jika kutemukan hanyalah batu nisan dingin yang tak membalas pelukanku? Bagaimana pula kukejar rindu sang ayah yang telah mendahului ibu?"
Kadang-kadang aku sedih melihat anak-anak memilih bermusuhan dengan orangtuanya. Jika boleh berkata, aku ingin bilang, "Bolehkah orangtuamu untukku saja?"
Kadang-kadang aku cemburu melihat anak-anak dimanjakan orangtua mereka. Minta apa saja dikabulkan. Minta rumah, minta mobil, minta dimodalin kawin, dikabulkan.
Kalian beruntung memiliki ayah-ayah dan ibu-ibu yang masih sehat dan mampu membahagiakan kalian. Kalian beruntung memiliki orangtua-orangtua yang masih bisa membalas pelukan tangan kalian. Dan kalian beruntung memiliki orangtua-orangtua yang masih bisa diajak bertengkar bersama kalian.
Maka bertengkarlah! Bingar pun tak mengapa! Setidaknya kalian masih mendengar suara mereka. Setidaknya kalian tahu mereka masih bernapas dan sehat walafiat untuk diajak berdebat.
Karena aku tidak bisa mendapatkan lagi itu semua......
Karena aku hanya bisa berpura tegar seakan aku baik-baik saja tanpa melihat senyuman mereka.....
Setidaknya aku masih dapat menyimpan kenangan indah itu. Mungkin harusnya kubilang tersimpan baik pula di dalam komputer andai file berharga itu tidak ceroboh terhapuskan.
Setidaknya perasaan rindu dan sayang ini tertanam baik dalam novel Summer Triangle dan Love in Twilight yang memang kutulis khusus mengangkat tema "tentang kehilangan" dan "baper". Tapi nggak ada tema khusus tentang kisah orangtuaku. Ceritanya tetap percintaan ala anak muda. Namun kisah tentang orangtuaku kurepresentasikan melalui kesedihan tokoh Nina saat kehilangan kakeknya.
And last but not least....
So thank you, Rangga. Kamu sudah membuat aku baper kayak gini. Yang kamu lakuin ke aku itu sungguh....