"Pengen pulang ke Rumah Biru," katanya, nyebutin panggilan sayang (eks)-rumahnya.
"Pengin ngaji sama Bunda Ngaji."
"Pengin main sama Fifah, sama Qila, sama Afif."
Nyesek rasanya liat dia kangen gitu.
Si Sulung kangen Rumah Biru |
Kalau dipikir-pikir, kok kami seneng banget ya tinggal di pinggiran? Biarin lah, biar nggak terlalu sumpek liat keramaian.
Maka inilah, rumah baru kami. Si Sulung menyebutnya Rumah Merah.
Si Rumah Merah |
"Kok ada ya, yang suka warna merah-putih? Seneng timnas ya? Nasionalis banget..." kata tukang konblok.
"Nggak juga. Mas Bos kan seneng Manchester United," kata tukang kayu.
Padahal saya penggemar Chelsea.
Para tukang yang berdedikasi. Mereka berubah jadi "Cheerleaders Pemasang Lampu", pas tangga lagi dipake. Thanks, Bros!! |
Rumah baru ini agak lebih besar dan luas dibanding rumah lama. Tapi harga belinya sama, karena harga pinggiran Jakarta pasti lebih mahal daripada pinggiran Cirebon :)
Tapi harga bukan bahasan penting, tokh rumah saya tetaplah sederhana. Kenikmatannya ada pada saya yang boleh mendesain sendiri si Merah. Beda dengan si Biru yang sudah dibangun dulu developer. Dari mulai bikin denah, nentuin semen, nentuin cat, sampai kabel listrik, saya terlibat langsung. Nggak mesti pakai merek mahal, yang penting berkualitas--terutama kabel listrik yang terkait keselamatan nyawa.
So, Thank God, akhirnya kami punya tempat bernaung lagi.
Nah, kalau kalian ada di Cirebon atau lewat tol Cirebon, silahkan mampir. Rumah saya cuma sepelemparan sendal dari tol Palikanci. Saya pasti menyambut dengan senang hati :D