Halaman

Setiap kejadian punya kisah lain di belakangnya. Ibarat panggung pertunjukan, situasi di depan dan belakang sama riuhnya. Situasi di depan, orang banyak yang tahu. Lalu bagaimana kisah di bagian belakangnya?

Di tempat inilah cerita (di belakang panggung) bergulir.......

Senin, 23 Juni 2014

Orang Jakarta Aja Stres di (Jalanan) Daerah

Kalau denger cerita temen di daerah yang berkunjung ke Jakarta, pasti isinya keluhan melulu. Apa lagi, coba, kalau bukan soal macet? Kalau dari tol Cikampek, misalnya, baru masuk  Cikarang Utama aja udah macet. Dari tol Ciawi, mobil udah "ngetem" sejak Cibinong.


Belum di dalam kota. Kramatjati sudah pasti biang macet, Mampang Prapatan apalagi. Kalau nggak inget mereka datang buat pelatihan kerja, teman-temanku itu pasti minggat dari Jakarta.

Kalau aku, warga Jakarta, santai aja dong. Mau Mampang macet segimana juga biasa aja jek. Tinggal cari jalan tikus, set set set.... kemacetan bisa diatasi (separuhnya).

Tapi per tanggal 1 Mei 2014 aku bukan lagi warga Jakarta. Permohonan pindah tugasku di-acc kantor, dengan alasan kumpul sama anak-istri. So aku resmi jadi warga Cirebon. Kirain gampang, ternyata bikin stress juga!

Tapi stresnya kebalikan stres temenku. Aku stres karena jalanan Cirebon terlalu lancar. Saking lancarnya, warga Cirebon kurang peduli sama orang/kendaraan nyeberang. Bukannya berhenti atau jalan pelan-pelan, mereka malah tambah ngebut, terus ngomel-ngomel pada orang/kendaraan yang nyeberang.

Beda banget dengan Jakarta yang justru tanggap kalau lihat orang nyeberang.

Warga Cirebon tuh bener-bener asing dengan kemacetan. Paling banter mereka terjebak macet di perlintasan kereta. Di tempat lain mah jarang. Sekalinya macet 5 menit di depan mal, misalnya, klakson nggak berenti-berenti bunyi, persis warga Jakarta yang kena macet 2 jam lebih!

Tapi warga Cirebon kurang asyik diajak ribut di jalanan. Waktu siang-siang, pernah tuh ada biker yang ngajak ribut di lampu merah Pemuda. Dia keberatan dengan lampu sein motorku yang tetap nyala ke kiri, tapi aku dikiranya lurus. Dia ternyata mau ke kiri, tapi kagok gara-gara lampu sein itu. Aku juga sebenarnya mau ke kiri, tapi kasih kesempatan mobil di sebelah kiri barangkali mau lurus. Ternyata mobil itu juga belok kiri. Bukannya ngambek sama supir mobil, biker ini malah ngomelin aku. Macam-macam kata-katanya, yang bikin kuping dan hati panas.

Mumpung cuacanya mendukung, Gan. Dan mumpung di Jakarta lumrah ribut di jalanan semacam ini, kukejar itu biker, lalu kupepet dia. Aku sengaja nggak ngomong apa-apa, cuma mancing aja biar dia yang bikin gerakan duluan. Maksudku, kalau dia yang beraksi duluan  berarti dia yang ngajak ribut, kan? Eeeh, bukannya tambah marah dan ngajak ribut, itu biker malah tarik gas motornya kenceng-kenceng, lalu ngilang di tikungan.

Jujur aja, Gan, aku nggak siap dengan tindakannya ini. Aku pikir bakal kayak Jakarta, yang kedua-duanya sampai turun dari motor, lalu berantem bak-bik-buk sampai warga atau polisi melerai.

Padahal mah, Gan.... andai dia turun dari motor terus ngajak berantem, aku nggak yakin aku menang. Soalnya, Gan he he... waktu mepet motor dia itu, aku baru sadar badannya tinggi dan atletis banget kayak atlet binaraga he he

2 komentar:

  1. Saat lampu merah menjelang ijo di jakarta itu namanya pengendara motor seperti saat startnya lomba balapan motor GP, semua serasa Valentino Rossi, hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. ha ha, iya, kalau terlambat dikit, dijamin pembalap di "row 2" dst pada protes :)

      Hapus