Halaman

Setiap kejadian punya kisah lain di belakangnya. Ibarat panggung pertunjukan, situasi di depan dan belakang sama riuhnya. Situasi di depan, orang banyak yang tahu. Lalu bagaimana kisah di bagian belakangnya?

Di tempat inilah cerita (di belakang panggung) bergulir.......

Senin, 31 Agustus 2015

Pengalaman Ikutan Kompetisi SOS Children's Villages

Beberapa waktu lalu aku dapat info kompetisi blog "Catatan Anak Bangsa" yang diadain LSM internasional SOS Children's Villages chapter Indonesia.

Berhubung hadiahnya jalan-jalan ke markas SOS Children's Villages di Bali dan berhubung ini terkait dunia anak-anak yang bersinggungan dengan pekerjaanku, aku tergoda ikutan. Kan jarang-jarang bisa maen ke Bali lewat curhatan kita? Apalagi gratisan he he...

Maka jadi lah tulisan Dia yang Menyayangi, Dia yang Menyakiti, diangkat dari pengalaman menyakitkanku selama terlibat dalam isu penanganan masalah anak di Kota Cirebon.

Nggak disangka ternyata dapet predikat 25 Terbaik! Itu tuh namaku ada di kolom warna oranye, "H. Arif Arofah", itu nama (KTP)-ku.


Sudah pasti seneng lah. Penulis blog pemalas kayak gini masih bisa dapet predikat terbaik bareng 24 orang lainnya.

Tapi sekaligus kesel, karena pengumuman pemenang nggak sekalian hari itu juga. Mungkin ini sugesti kali ya, bahwa setiap aku nggak ngarepin karyaku menang, malahan menang. Tapi kalau ngarep menang, biasanya malah nggak menang. Nah, sebelum dinoabatkan "25 Terbaik", aku nggak ngarep menang (cuma nyalurin curhat aja). Tapi abis dinobatkan "25 Terbaik", hatiku sontak ngarep menang. Istilahnya, udah bentar lagi nyampe finish, masak nggak ngarep?

Hasilnya? Kalah ha ha ha..... Tidak ada namaku di sana...

Padahal sebenernya aku sempat pesimis menang lho. Soalnya jurinya Enda Nasution, jawaranya blog Indonesia. Kupikir, ni orang pasti nggak melulu nilai aspek tulisannya aja. Pasti sekalian nilai bloggernya tergolong rajin nggak ngeblog. Kalo ternyata nggak rajin berarti traffic blognya nggak keren-keren amat, berarti analisisnya juga nggak teruji di masyarakat dunia maya.

So dia pantas untuk kalah.

Aku tahu ini cuma dugaanku aja, kejadian sebenarnya mesti nggak gini. Tapi seharusnya aku tetep bertahan dengan pesimisme itu, kali-kali aja jadi menang ha ha......

Tapi tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyatakan ketidakpuasan, apalagi menggugat hasil kompetisi. Aku sudah cukup seneng kok dengan segala yang terjadi. Dengan adanya lomba ini aku jadi semangat lagi ngeblog. Mojo-ku ternyata belum habis!  Dan aku jadi paham sepenuhnya kenapa orang-orang ini jadi pemenangnya. Tulisan mereka bagus-bagus dan menyentuh. Saatnya aku belajar pada (tulisan-tulisan) mereka.

So terima kasih atas pengalamannya, SOS Children's Village.
Terima kasih Enda Nasution.
Terima kasih, mentemen.
Terima kasih, Pengalaman.
Terima kasih semuanya :)

Jumat, 14 Agustus 2015

Dia yang Menyayangi, Dia yang Menyakiti

Saya ingin berbagi kisah menyakitkan di lingkungan saya.

Sebelumnya saya tanya, Anda ingat kisah Angeline? Oh, tentu saja Anda ingat--siapa pun akan ingat! Lewat kisah sedih ini kita tertampar oleh kenyataan betapa fragile-nya dunia anak.

Dan yang paling menyakitkan (dari permasalahan anak) betapa pihak yang kerap membuatnya fragile orang paling dekat dengannya, atau yang menyayanginya.

Saya tidak lagi bicara tentang Angeline--atau siapa pelaku sesungguhnya kasus itu. Saya bicara tentang apa yang saya lihat di lingkungan saya, Kota Cirebon. Kebetulan istri saya pekerja sosial sebuah kementerian di sana, saya sering mengantarnya terjun ke lapangan. Kebetulan pula saya berkiprah di bidang penyuluhan masyarakat. Saya kerap menemukan hal memilukan yang dialami anak-anak oleh orang-orang yang (mengaku) menyayanginya.
Ilustrasi. Sumber : di sini

1. Masa Depan Mereka Dianggap Tidak Penting

Ini terutama terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah. Mereka tidak memiliki anggaran lebih untuk menyekolahkan anak. Padahal pemerintah sudah menggratiskan biaya pendidikan dasar. Rasanya sulit dimengerti mereka membiarkan anak-anaknya turun ke jalan (entah mengemis, entah mengamen, entah menjadi polisi gopek) alih-alih sekolah. Alasan orangtuanya pun klise : "demi dapur tetap ngebul."

Lain soal dengan seorang ibu (sebut saja Ibu M). Dia single parent yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Istri saya mengupayakan si anak masuk sekolah luar biasa disokong tunjangan pemerintah. Namun Ibu M tidak sepakat dan menyiratkan bahwa hal itu memalukan. Pertanyaannya, memalukan bagi siapa? Bagi dirinya? Tidakkah dia coba melihat dengan sudut pandang anaknya? Sang anak PASTI butuh pendidikan. Alangkah lebih baik jika dia dibimbing  oleh tenaga-tenaga pengajar yang tepat dan lebih memahami kebutuhannya. Tapi Ibu M kukuh pada pendiriannya. Terakhir saya dengar, dia  memasukkan sang anak ke sekolah umum. Saya tidak menyalahkan hal tersebut, tapi saya yakin kebutuhan si anak tidak terpenuhi sepenuhnya.

2. Anak Dianggap sebagai Beban

Ada seorang ibu single parent lainnya. Dia janda ditinggal mati yang harus menghidupi tiga anaknya. Semenjak bertemu seorang lelaki, dia pergi dari rumah meninggalkan anak-anaknya dan tak kembali sampai sekarang. Si sulung kelabakan mencari kerja, dan anak nomor dua putus sekolah demi membantu sang kakak. Bagaimanapun hidup tanpa orangtua itu sulit, apalagi dengan kondisi psikologis seperti mereka. Si sulung pun menangis di hadapan istri saya. Sebagai pekerja sosial, istri akan berusaha membantu menurut kapasitasnya. Tapi alangkah memilukan jika hal ini ternyata menimpa banyak anak di Indonesia.

3. Anak adalah Obyek Kekerasan

Sebagai penyuluh masyarakat, saya menjadi mitra kelompok kerja (Pokja) prakarsa Pemkot Cirebon yang fokus dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Cirebon. Meski kota kecil, kekerasan perempuan dan anak pun terjadi di sini. Periode Agustus 2014-Maret 2015 saja terjadi 23 kasus kekerasan. Itu yang ketahuan. Bagaimana dengan yang tidak ketahuan/disembunyikan rapat-rapat?

TKPnya jelas di mana-mana. Di rumah, terminal, sekolah, bahkan kompleks olahraga yang sepi. Fokus penanganan Pokja tidak melulu pemrosesan hukum. Penanganan paling menyulitkan justru rehabilitasi psikologis korban dan pengendalian media massa.

Rehabilitasi psikologis korban tidak semata-mata agar korban bisa melanjutkan hidup, tapi juga menghilangkan ketergantungan korban terhadap pelaku. Ini misalnya terjadi pada ibu dan anak yang menjadi korban kekerasan suami/ayahnya. Tim Pokja sempat menyembunyikan mereka di safe house, tapi ibu dan anak itu memilih kembali ke rumah. Sang ibu bilang, "kalau tidak kembali, saya tidak punya uang untuk makan." Dengan kata lain, korban masih dependen pada pelaku kekerasannya.

Pengendalian media massa juga penting. Media massa juga bisa jadi faktor pemicu korban sulit move on. Bayangkan saja ketika kekerasan seksual terjadi pada siswa sekolah X, misalnya, media dengan santainya menulis berita:

"Korban, sebut saja Melati, pelajar kelas 11 sebuah SMU di kawasan Tuparev. Lokasi kejadian di rumahnya yang tak jauh dari Terminal Harjamukti."

Kendati berita terkesan implisit, warga akan mudah mendeteksi keberadaan korban lewat keterangan "minim" itu. Warga sekolah saja pasti sudah kasak-kusuk menggosok isu ini menjadi sip. Apalagi ditambah kasak-kusuk warga seantero Cirebon yang membaca koran? Pada akhirnya, korban yang sudah terguncang oleh durjana, mesti terguncang lagi oleh "penghakiman" warga yang mengenalinya lewat info minim itu. Jadi, maaf jika saya katakan pengendalian informasi sensitif seperti ini diperlukan jua.

Ilustrasi. Sumber: di sini 

Sekarang kita bicara solusi.

Kultur Indonesia itu unik : kita sungkan untuk "ikut campur" rumah tangga orang lain. Masalahnya, apakah kita akan berpangku tangan jika melihat penelantaran atau kekerasan anak di lingkungan kita sendiri?

Berikut ada beberapa langkah solutif agar kita "ikut campur" dengan cara "gaya" :

1. Jika melihat anak yang mengamen pada jam sekolah, misalnya, coba tanya mengapa dia tidak sekolah, di mana rumahnya, di mana orangtuanya. Jika alasannya malas atau semacamnya, berarti dia kurang motivasi dan teladan. Saya biasanya berbagi kisah inspiratif padanya tentang anak miskin yang gigih sekolah meski jembatan runtuh atau anak miskin yang sukses mengukir prestasi.

2. Jika masalahnya terkait mafia pengemis atau perdagangan anak, jangan bertindak sendiri. Koordinasikan dengan pihak berwajib atau lembaga sosial yang concern masalah ini.

3. Mulailah belajar sedikit tentang Psikologi. Tidak perlu rumit-rumit, cukup cara memahami cahaya mata dan raut wajah saja. Ini berguna untuk mendeteksi dini penelantaran dan kekerasan anak di lingkungan kita.
Informasi apa yang Anda dapat dari wajah anak seperti ini? Sumber gambar : di sini

4. Biasakanlah mencantumkan nomor-nomor telepon darurat pihak berwajib di ruang publik, seperti sekolah, WC umum, dan ruko-ruko tepat-Anda berbisnis. Jika hal-hal buruk terjadi  pada anak-anak, saksi kejadian tahu ke mana mesti melapor.

5. Jika terjadi kekerasan seksual, bawa korban ke Unit Gawat Darurat yang memiliki pusat pelayanan terpadu penanganan kekerasan seksual. Korban JANGAN dimandikan dulu dengan alasan apa pun agar jejak-jejak si pelaku tidak terbawa hanyut air mandi.

6. Sediakan penerangan jalan yang memadai di lingkungan kita. Lingkungan yang sepi plus remang-remang sangat disukai pelaku tindak kekerasan.

7. Jangan mudah "menghakimi" korban kekerasan seksual, terutama jika korban di bawah umur. Jangan juga terlalu kepo, tanya ini-itu yang tak perlu. Korban yang terguncang akan menganggapnya bagian dari "penghakiman".

8. Jangan pula terlalu mengumbar informasi kecuali kepada pihak berwenang yang memproses kasus ini. Gunakan katalisator "apakah yang saya sampaikan ini berguna/tidak dalam menolong si korban" sebelum berbagi informasi.

9. Jika punya dana berlebih, cobalah menjadi orangtua asuh. Bisa Anda lakukan secara swakarsa, bisa pula dengan menjadi donatur lembaga sosial yang bergerak dalam penanggulangan masalah anak.

Demikian Catatan Anak Bangsa ini saya tulis. Tentunya banyak sekali kekurangan, untuk itu saya mohon yang sebesar-besarnya. Ini semata saya sampaikan dengan harapan tercipta lingkungan yang ramah bagi anak-anak Indonesia.


PS :

Tulisan ini tertulis berkat stimulus dari lomba blog yang diadakan oleh SOS Childrens' Village. Bagi yang penasaran apa itu SOS Children's Villages silahkan klik SINI.

Kamis, 06 Agustus 2015

12 Episode SPONGEBOB yang Menyayat Batin Sampai Akhir Zaman

Nonton Spongebob di TV harus rela batin tersayat-sayat karena tayangannya diulang-ulang mulu. BOSEN! Nggak berhenti di situ, tontonan Spongebob ternyata nyisipin sindiran yang lebih menyayat lagi buat kita semua.

Dahsyatnya, "sindiran" itu  bakal abadi selama-lamanya karena tema episodenya (dijamin) up-to-date sepanjang masa. Inilah ke-12 itu...:

1. Squid's Day Off

Rilis 2 November 2000 (sea. 2 eps. 21b). Squidward curi-curi kesempatan cabut dari tempat kerja  selama Tn. Krab di rumah sakit. Tapi dia malah kena getahnya.

Up-to-date karena : ini cerita Spongebob paling aku suka. Endingnya kocak abis. Tapi ceritanya juga nyindir abis, secara aku karyawan yang (kadang) curi-curi kesempatan kalo bos lagi pergi. Kamu juga kaaaan? :v

2. The Krabby Kronicles

Rilis 8 Agustus 2008 (sea. 6 eps. 109b). Tn. Krab bikin usaha media cetak, Spongebob jadi wartawannya. Tapi berita yang didapat Spongebob mesti diplintir agar oplah koran naik. Spongebob lalu sadar itu nguntungin Tn. Krab tapi merugikan orang yang diberitakan.

Up-to-date karena : kamu tahu sendirilah tabiat kita di media zaman sekarang, nggak usah dijelasin lagi :v

3. The Paper

Rilis 14 Februari 2000 (sea. 1 eps. 16b). Spongebob yang bermain imajinasi pakai kertas bekas permen. Squidward mupeng, sampai rela barter pake apa pun termasuk rumahnya. Tapi imajinasi yang sama nggak berlaku buat dia :v

Up-to-date karena : Satu imajinasi nggak akan menghasilkan hal sama pada orang berbeda. Orang yang kaya imajinasi akan mencipta, dan orang yang kurang imajinasi akan.... copy-paste? :)

4. Squirrel Jokes

Rilis 27 November 2000 (sea. 2 eps. 31b). Spongebob jadi stand-up commedian. Dia jadiin Sandy sebagai obyek leluconnya. Spongebob harum namanya sebagai komik, dengan menabur aroma bangkai pada Sandy.

Up-to-date karena : ini hobi kita di media sosial. Kita ingin dibilang lucu, tapi dengan mengatai orang lain, Etapi di luar media sosial juga gitu ding :D

5. Not Normal

Rilis 4 Maret 2008 (sea. 6 eps. 104a). Squidward berusaha mendikte Spongebob bahwa Spongebob tidak normal, dan HARUS berubah normal.

Up-to-date karena : kita gemar mendikte orang lain agar menjadi seperti yang kita inginkan, dan kita harus berhenti mendengarkan orang lain yang ingin membuat kita TIDAK menjadi diri kitasendiri! :)

6. Chocolate with Nuts

Rilis 1 Juni 2002 (sea. 3 eps. 52a). Spongebob-Patrick jualan coklat pengin jadi jutawan. Mereka tidak sadar kena tipu salesman licik. Siapa nyana customer yang mereka kira gila malah bikin mereka kaya.

Up-to-date karena : Hidup selalu bermurah hati pada orang yang berusaha.... dan tidak pilih-pilih pelanggan :v

7. Squidville

Rilis 6 Maret 2001 (sea. 2 eps. 26b). Squidward ogah tetanggaan lagi dengan Spongebob-Patrick. Dia mutusin pindah ke Tentacle Acres. Sejauh mata memandang dia melihat model rumah yang sama dan spesies-spesies yang sama. Awalnya dia bahagia, merasa bagai di surga. Lama-lama dia bosan, merasa hidup terlalu monoton.

Up-to-date karena : Susahnya jadi masyarakat perkotaan. Mereka pindah ke perumahan berharap ketenangan, yang didapat malah kesepian. Kayak aku! :v

8. Patty Hype

Rilis 17 Februari 2001 (sea. 2 eps 25a). Restoran Krabby Patty hampir bangkrut. Spongebob datang dengan ide patty warna-warni, tapi Tn. Krab menolaknya mentah-mentah. Spongebob lalu menjualnya dengan modal sendiri, eh ternyata malah laku keras.

Up-to-date karena : Kita mudah menyepelekan ide yang datang dari comberan sekalipun, dan menyia-siakan ide kita untuk orang yang tidak menghargainya!! :D

9. Jellyfish Hunter

Rilis 28 September 2001 (sea. 2 eps. 39a). Spongebob hobi nambahin patty-nya pake selai ubur-ubur. Ternyata orang pada suka. Tn. Krab langsung mengendus keuntungan yang banyak. Dia suruh Spongebob ngumpulin SEMUA ubur-ubur buat disiksa dan menghasilkan lebih banyak selai ubur-ubur.

Up-to-date karena : apa pun dilakukan demi keuntungan. businessman takes it all :v

10. No Nose Knows

Rilis 4 Agustus 2008 (sea. 6 eps 107b). Patrick pengin banget punya idung, dia menjalani bedah plastik. Sekarang semua orang dibikin repot. Apa pun yang Patrick cium tercium bau.

Up-to-date karena : banyak orang tidak puas dengan kondisi tubuhnya. Banyak yang operasi plastik. Sebagin berakhir epik, sebagian tragis :(

11. Big Pink Loser

Rilis 16 November 2000 (sea. 2 eps. 23a). Patrick pengangguran, tapi pengin dapat award. Dia niru attitude Spongebob supaya dapat banyak award kayak Spongebob, bikin Spongebob meradang.

Up-to-date karena : mirip ide The Paper tapi lebih menjurus ke arah habit/attitude.

12. Prehibernation Week



Rilis 5 Mei 2001 (sea. 2 eps. 27a). Sandy kalap sebentar lagi mau hibernasi. Dia ingin melakukan aktivitas apa pun dengan Spongebob sebelum hebarnasi.

Up-to-date karena : perasaan, tiap tahun kalau mau Bulan Puasa, orang-orang pada kalap nyetok sembako dan pesta di restoran enak :)



Segini aja, Gan, tulisan saya. Kurang-lebihnya saya mohon maap. Barangkali ada yang mau menambahkan, monggo :)

pranala luar :