Halaman

Setiap kejadian punya kisah lain di belakangnya. Ibarat panggung pertunjukan, situasi di depan dan belakang sama riuhnya. Situasi di depan, orang banyak yang tahu. Lalu bagaimana kisah di bagian belakangnya?

Di tempat inilah cerita (di belakang panggung) bergulir.......

Senin, 30 November 2015

Ingin Bebas Korupsi? Belajarlah pada Pengunjung Bioskop

Korupsi itu undefeatable. Sehebat apa pun formula, teori, dan sistem dibangun, keok dihajarnya.

Tapi saya percaya ada solusi jitu mengalahkannya, bahkan formulanya bisa sederhana saja. Salah satu  cerminannya bisa dilihat dari perilaku pengunjung di bioskop.

YANG TERJADI DI BIOSKOP
once upon a time at cinema ^_^. gambar ini milik... (klik)
Saat liburan sekolah, bioskop pasti ramai pengunjung. Antriannya meluber ke mana-mana. Dahsyatnya, kita ternyata bisa melihat miniatur perilaku bangsa kita terkait korupsi. 

Serombongan pelajar SMU yang baru datang, misalnya, dia kaget lihat antrian segitu panjang. Dia broadcast di medsos, tahulah ada temannya sudah antri di bagian depan. Dia pun titip tiket pada si teman, tidak tanggung-tanggung 10 tiket, sesuai jumlah rombongannya;

Seorang ibu gendut lain cara. Dia malas mengantri, lebih suka merayu satpam agar mau membelikannya tiket. Si satpam setuju, lalu menghampiri petugas tiket yang pasti dikenalnya, dan melaksanakan hajat si ibu gendut.

Sementara gadis cantik berambut panjang malah sepupu dari petugas tiket itu. Cukup kirim BBM atawa Whatsapp padanya, sudah dapat jaminan tiket tanpa perlu mengantri.

Bapak-bapak kurus satu ini lain cerita. Dia melihat ada ruang kosong di jalur antrian, lalu baris sendiri di sana. Pengunjung lain ikut-ikutan antri di sana. Praktis antrian jadi bercabang banyak padahal petugas tiketnya tetap saja satu. Keriuhan sudah pasti terjadi (seperti gambar di atas);

Oh tentu kita jangan melupakan aksi pemuda ini. Dia tidak kenal seorang pun. Tapi dia sok akrab ria dengan pengunjung di barian depan, lalu merayunya untuk mau dititipi tiket dengan iming-imingan hadiah uang atau semacamnya.

Perilaku di sana, Kawan, mungkin bukan bentuk pidana korupsi. Tapi kita pasti sepakat ada unsur Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme di sana. Orang melakukan segala cara untuk didahulukan kepentingannya tanpa peduli hak pengunjung lain terciderai akibat ulahnya.

Persis seperti para koruptor kita, bukan? Untuk melancarkan proyeknya terhadap suatu kementerian, misalnya, dia melakukan segala cara.
  1. Cara anak SMU sama dengan cara mendekati jaringan kawan dekat
  2. Cara ibu gendut sama dengan cara mendekati aparat yang punya akses;
  3. Cara gadiscantik sama dengan cara memanfaatkan hubungan keluarga dengan otoritas; dan
  4. Cara si pemuda adalah cara memanfaatkan uang.
Lalu bagaimana dengan cara si bapak kurus? Akh, itu mah cara klise. Cara orang kebanyakan yang tidak punya asset atau potensi sebiji pun untuk dimanfaatkan :D

Bayangkan kalau semua itu tidak terjadi. Bayangkan kalau semua pihak sudi untuk ikut aturan dan segala prosedur yang ditetapkan. Yakinkah anda masih ada perilaku korupsi di negeri ini?

SELAMATKAN ANAK-ANAK
kids at cinema ^_^ gambar ini milik.... (klik)
Pesan saya sudah jelas, budaya antri adalah solusi paling fundamental dalam mengatasi korupsi. Fundamental, karena ia bekerja pada level paling mendasar, yang dapat menentukan perilaku seseorang dalam menyikapi perbuatan-perbuatan menjurus koruptif. Tapi pesan paling utamanya adalah soal kesabaran. Ya, mengantri butuh kesabaran, dan kesabaran butuh pengorbanan besar. Ada terlalu banyak alasan agar kita tak mau bersabar (dan berkorban). Salah satu paling klise adalah kita cuma punya sedikit waktu lapang sehingga terpaksa melakukan segala cara agar hajat dilaksanakan cepat. Tapi formulanya sudah jelas, kalau ingin cepat dilayani, maka datanglah lebih pagi. Lagi pula, teori ekonomi sudah bilang tentang “supply and demand”. Kalau tidak ada “demand” dari kita, apa iya oknum pemerintahan juga berani kasih “supply”?

Oh, tentu, formula ini ada dalam koridor gagasan. Di lapangan belum tentu terwujud. Mungkin beberapa waktu akan berjalan lancar. Saat ada satu saja pihak yang balik kanan bubar jalan, pihak lainnya pasti ikutan. Itulah masalahnya berurusan dengan orang dewasa zaman sekarang. Segalanya diukur dengan rumusan “yang-lain-saja-begitu-masa-gue-nggak”. Rumusan ogah rugi!

Karenanya kita harus selamatkan anak-anak kita dari virus mematikan orang dewasa ini!
  1. Mereka harus sedini mungkin paham betapa pentingnya budaya antri. 
  2. Ajarkan mereka bahwa jika ingin dilayani dengan cepat, maka datanglah lebih pagi atau lebih cepat.
  3. Ajarkan mereka agar berani menerima resiko mengantri lebih panjang jika bersikap menunda-nunda urusan.
TIPS PELAJARAN MENGANTRI
antri di berbagai kesempatan ^_^ gambar dipinjam dari... (klik)
Lantas bagaimana cara mengajarkannya? Caranya adalah dengan menyelipkan segala kegiatan mengantri dalam kesehariannya.
  1. Di rumah, biasakan anak untuk berbaris rapi kala menerima apa pun, terutamahal menyenangkan seperti THR atau jatah kue (ini penting, karena hal-hal yang menyenangkan saja yang biasanya membuat manusia jadi 'rusuh').
  2. Di sekolah, biasakan anak untuk masuk dan keluar kelas berbaris rapi.
  3. Beri pujian apabila anak sabar mengantri;
  4. Jangan membentak apabila anak menyerobot antrian, tapi jelaskan dengan hangat mengapa dia harus sabar mengantri sesuai urutan.
  5. Orangtua harus memberi contoh bagaimana mengantri yang baik. Dan itu artinya, kita pun harus berhenti memanfaatkan mereka untuk mengambil makanan (dan memangkas antrian) dalam suatu hajatan, misalnya, manakala antrian pengunjung (terhadap makanan itu) sudah berjubel :D
Dengan begini, anak-anak akan paham bahwa melakukan segala cara untuk memangkas antrian itu memalukan, sementara patuh mengikuti antrian itu berjiwa besar. Mental mereka lambat laun akan imun terhadap (gejala) korupsi sehingga tercipta generasi yang lebih baik di masa depan!

So wish us luck. Doakan kita semua berhasil mencetak generasi yang lebih baik dalam melawan korupsi!

#parentingantikorupsi #GaPakeKorupsi