Halaman

Setiap kejadian punya kisah lain di belakangnya. Ibarat panggung pertunjukan, situasi di depan dan belakang sama riuhnya. Situasi di depan, orang banyak yang tahu. Lalu bagaimana kisah di bagian belakangnya?

Di tempat inilah cerita (di belakang panggung) bergulir.......

Kamis, 14 Agustus 2014

Yakin BOIKOT Bisa Selamatkan Palestina?



Sebelum jawab pertanyaan di atas, baiknya simak cerita saya ini.

Rumah saya, kebetulan ada di gang buntu. Gang buntu itu sempit sekali, punya tikungan yang cukup riskan. Ironisnya, di sana nangkring warung gado-gado yang semakin membuat riskan. Warung itu jadi blind-spot sehingga kecelakaan sering terjadidi sana.

Lucunya, pemilik warung tidak mau disuruh pindah. Dia ngotot bercokol di sana meski harus berantem dengan sesama tetangga. Padahal waktu buka lapak di sana pun dia tidak pernah minta izin.

Puncak pertengkaran terjadi sebelum bulan Puasa kemarin. Saat mau membersihkan lapak, dia kaget melihat etalase dagangannya pecah atau dipecahkan seseorang. Dia mengira ada tetangga sengaja memecahkan demi mengusirnya (padahal konon ini kerjaan ABG yang sering nongkrong malam-malam yang nggak sengaja memecahkan etalase itu lalu kabur). Dia langsung emosi pada semua tetangga. Tidak berhenti di situ, dia telepon pamannya yang oknum TNI berpangkat sersan.

Ilustrasi aja. Bukan lapak yang dimaksud
Oknum TNI itu datang, memeriksa kondisi lapak sambil berkacak pinggang dan melotot ke semua orang. Suasana mencekam, warga takut oknum itu menuduh serampangan merekalah pelakunya. Siapa juga memangnya yang mau dikepruk oknum TNI, apalagi bukan dirinya yang harus dikepruk.

Untung keburu Maghrib, oknum itu memilih pulang tanpa menangkap sebiji pun tesangka. Tapi rasa tidak nyaman menguar dari hati para warga. Mereka merasa diteror secara batin, terlebih dengan aura permusuhan yang berlarut dengan pemilik warung. Bukan tidak mungkin suasana ini akan terus terulang bahkan kian parah di setiap "percikan" kecil.

"Padahal kalau dia mau direlokasi, kejadiannya nggak akan begini," kata seorang warga.
"Sebenarnya kita bisa lho, Pak, merelokasi dia tanpa perlu berantem terus kayak gini," kata warga lain.
"Ohya? Gimana?"
"Tinggal jangan dibeli aja dagangannya. Kalau nggak laku, dia juga pasti pindah."

Dari cerita di atas, kita sudah bisa mengasosiasikannya dengan kejadian Palestina yang diserang (bahkan dikepung terus) oleh mitraliur israel, kan? Jadi, boleh dibilang, kita setahap bisa yakin bahwa aksi boikot bisa menjadi jalan keluar untuk konflik Palestina.

Tapi..... ada tapinya.....

Seperti banyak dibahas oleh netizen yang kontra cara ini, boikot produk menimbulkan ekses negatif, seperti kita membuat banyak karyawan perusahaan yang kita boikot itu jobless. Sama seperti ekses kalau cara warga di kampungku berhasil, si pemilik warung bisa bangkrut. Masih mending kalau dia bisa dagang di tempat lain. Logikanya, dia dagang di tempat riskan begitu pasti karena dia tidak mampu bayar sewa tempat di lokasi lain. Dia pedagang miskin. Yakin dia punya modal lagi kalau dirinya bangkrut?

Kalau soal ini sebenarnya lain soal. Ini baru terjadi di pikiran kita saja. Kalau pedagang gado-gado itu bisa jadi gagal di tempat lain, berarti dia juga BISA JADI sukses, kan? Artinya masih fifty-fifty. Masih tentatif. Yang penting selesaikan dulu masalah yang terjadi sekarang.
Kelompok Yahudi Haredi/Ortodoks juga ikut boikot demi kemanusiaan
Malahan, perusahaan-perusahaan pendukung (agresi) Israel itu tidak akan (keburu) bangkrut gara-gara biokot lho. Satu keuntungan kita melawan negara/perusahaan kapitalis itu adalah "SEMUANYA MEREKA UKUR DENGAN KEUNTUNGAN". Mereka akan mendukung sesuatu selama mereka masih merasa untung, atau minimal selama dompet mereka masih terjamah tebal. Coba aja sekalinya keuntungan mereka menurun, mereka akan mulai panik sendiri.

Buktinya sudah kelihatan. Beberapa perusahaan yang disinyalir menyalurkan dana untuk kegiatan propaganda Israel mulai panik, lalu mengadakan konpers, dan menyatakan mereka tidak ada hubungannya dengan program Zionisme atau tidak menyalurkan uang mereka ke sana.

Coba bandingkan dengan Korea Utara. Mau diembargo segimana juga mereka tetap bisa mandiri, karena tokh tatanan ekonomi mereka tidak didasarkan pada kapitalisme.

Jadi mengulang pertanyaan apakah kita yakin boikot bisa selamatkan Palestina?

Ya, kita yakin bisa. Minimal sebagai alat tawar menawar agar Israel mau mendengarkan aspirasi kita yang mengidamkan perdamaian  antar-segala etnis (tidak melulu Palestina) di atas segalanya. Tokh, saya pribadi percaya, langkah "diplomasi" lebih ampuh daripada langkah "mata dibayar mata". ;)

Senin, 11 Agustus 2014

AWAS!! Siapa Tahu Kamu Terjangkit Virus ISIS-Phobia




Menurut saya, menolak ISIS itu wajib, karena mereka menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Kalau kamu penggemar Naruto, kamu bisa mengandaikan ISIS dengan Madara Uchiha.

Madara Uchiha punya niat mulia membangun "dunia tanpa kekerasan" tapi dengan cara salah dan sistem yang salah. Mugen Tsukuyomi yang dicita-citakannya (harus) dibangun dengan menghancurkan keselamatan semua orang.

Kenapa saya ibaratkan dengan Madara Uchiha? Biar gampang aja. Tokh, Madara nggak punya akun media sosial, jadi saya nggak takut dituduh mem-bully hi hi.....

Nah, sepak terjang ISIS ini menimbulkan penolakan khalayak ramai. Tapi rupanya penolakan ini juga menimbulkan gejala ISIS-phobia.

ISIS-Phobia yang saya maksud adalah ketakutan/kecurigaan berlebih terhadap sesuatu yang (mungkin) berbau ISIS. Saya melihat sendiri gejalanya di kalangan teman-teman saya di media sosial. Saya jadi takut suatu saat orang jadi mudah melabeli orang lain sebagai ISIS,  seperti tempo dulu orang mudah melabeli lainnya dengan embel-embel "tafir", "wahyudi", "rhemason" "balpirik", dst.

Sebelum hati kita kadung terjangkiti phobia ini, ada baiknya perhatikan tips-tips di bawah ini:

1. Dont' Judge Book by Its Cover (1)
Jangan hakimi manusia lain dari penampilannya. Contoh, kalau selama ini teroris ISIS itu berjanggut dan berjilbab lebar, maka belum tentu SEMUA yang berjanggut dan berjilbab lebar itu ISIS. Begitu juga sebaliknya. Nggak semua orang bertato dan nggak berjilbab itu hedonisme semua.

2. Dont' Judge Book by Its Cover (2)
Masih soal atribut. Jangan hakimi (keimanan) orang dari atribut kalimat syahadat yang ditampilinnya. Bendera ISIS sudah pasti mencantumkan kalimat syahadat. Orang yang kebetulan benci ISIS bisa saja mengidentikkan kalimat syahadat itu dengan ISIS. Padahal ISIS aja yang songong, tapi orang yang  pengin beragama bener dan lurus yang kena getahnya. Ironisnya, atribut agama dimana pun ternyata sebenarnya gampang banget dimanfaatkan orang yang haus kekuasaan. Nggak cuma Islam, agama lain pun begitu. Pertanyaannya, kenapa mereka sengaja memakai atribut agama? Tentu saja untuk meraih simpatimu! Apalagi kalau rasa ingin membela agamamu tinggi, tapi pengetahuan agamamu  jongkok, kamu akan dengan mudah ikut bergabung cuma dengan iming-iming "jaminan surga di akhirat nanti". Padahal surga itu punya siapa, yang berani janjiin surganya siapa. Kan mendingan percaya sama janji pemilik surga sesungguhnya tho?

3. Buang Stigma "Friend or Foe"
Stigma di atas populer waktu zaman perang dingin. "Kalau lu nggak jadi temen gue, berarti lu musuh gue." Stigma ini juga masih nge-hit di zaman sekarang, dan ironisnya muncul tiap hari saat Pilpres 2014 kemarin. Orang dengan mudahnya menganggap orang lain musuh cuma gara-gara pilihannya beda. So, stop it right now! Kalau kamu nggak berhenti sekarang juga, bisa-bisa kamu terlalu menghayati peranmu, lalu ia akan menjadi kepribadian kamu yang baru, selama-lamanya!

4. Jangan Asal Nge-Share Berita
Satu kebiasaan yang sedang ngetren--sejak Pilpres 2014 kemarin-- adalah kebiasaan nge-share berita. Mungkin kitanya yang terlalu "berdedikasi". Mungkin kita terbawa perasaan ingin membela "kebenaran". Mungkin kitanya juga terlalu percaya pada orang yang ingin kita share beritanya. Padahal setiap orang punya kelemahan/kekurangannya masing-masing. Dia belum tentu maha-serba-tahu apa yang terjadi di luar sana. Siapa tau dia pun dapat berita cuma "katanya" dan "katanya". Dan siapa tahu "katanya-katanya" itu bermuatan opini/terjemahan/curhatan pribadi yang bisa merusak kevalidan berita.

Ini contoh berita valid yang disampaikan berantai, akhirnya rusak gara-gara opini/terjemahan/curhatan pribadi yang salah :

Adegan I
Budi : Eh, katanya si Ani sakit ya? Sakit apa?
Umar : Iya, sakit liver.

Adegan II ;
Deny: Bud, katanya Ani sakit ya? Sakit apa?
Budi : Iya, sakit liver.
Deny: Liver itu apa sih?
Budi : hati.

Adegan III :
Maman : Den, denger-denger Ani sakit ya?
Deny: Iya, man. Sakit hati.
Maman : Apa?? Sakit hati?!

Adegan IV :
Maman (nulis di facebook) : "Ani ternyata sakit hati. Hayoo gara-gara siapa?"
Jarwo : Wah, berita bagus tuh. Aku share ya.
 tonto : Aku juga share .

Adegan V, VI, VII, dst :
Semua teman-teman Ani yang baca berita berantai itu yakin Ani dirawat di rumah sakit gara-gara diputusin cintanya oleh seseorang....

Kesimpulan, jangan asal nge-share berita. Kita harus jeli benar sebelum nge-share. Syukur-syukur kamu bisa melacak infonya sampai ke pemberi info pertama, atau yang mengalaminya langsung (narasumber primer). Ini yang juga dilakukan oleh para pengumpul hadis yang melacak sanad perawi-nya. Jika semua perawi terbukti orang-orang jujur, hadis dikatakan shohih. Tapi jika ada satu saja perawi yang ahli bullshit, hadis langsung jadi maudu/palsu.

Tapi kalau kamu punya akses terbatas untuk melacak "sanad" ini, baiknya kamu kaji benar teks yang kamu mau share. Baca berita itu hakikatnya sama seperti baca novel. Kalau logika certanya nggak nyambung, jangan gitu aja percaya. Contoh, berita "ISIS dikabarkan didirikan oleh Israel, Iran, Suriah, dan AS."  Mungkin nggak itu terjadi? Mungkin saja, kan kita nggak tahu apa yang terjadi di luaran. Tapi aneh ga menurut logika cerita? Aneh! Kenapa? Karena Israel dan AS itu musuhan sama Iran dan Suriah. Kok bisa akur banget diriin ISIS? Gimana ceritanya itu bisa akur? Kok nggak bikin acara halal bihalal aja gitu yang lebih gampang? Dari sini aja logika cerita nggak nyambung. Ada missing link. Taruhlah, faktanya ISIS memang didirikan keempat negara itu. Tapi untuk sementara, baiknya kamu menyimpulkan berita ini tidak valid. Bisa kebayang nggak kalau kamu nge-share berita nggak valid jatohnya gimana dalam agama? Jatohnya akan menjadi suudzon, bahkan fitnah! Nauzubillah...

Jadi, sekali lagi, jangan asal nge-share berita, KECUALI tulisan saya ini *ting

5. Jangan Silau oleh Kata "Demi Membela Kebenaran"
Ingat, kebenaran hari ini bukan kebenaran esok hari. Kebenaran esok hari bukan kebenaran esok lusa. Kebenaran itu bukan kenyataan! Dulu manusia percaya bumi datar, itu benar. Sekarang manusia percaya bumi bulat, itu juga benar. Besok siapa tahu bumi ternyata kotak! Timeline-nya beda, kan? Jadi jangan terlalu yakin dengan ucapan orang yang mengajak kamu berjihad demi membela kebenaran. Kebenarannya milik siapa dulu?! Lha, Pemilu lalu aja pendukung No 1 yakin sedang membela kebenaran dan pendukung no 2 juga percaya sedang bela kebenaran, kan?

6. Kembalikan semuanya pada Ajaran Agama
Sudah pasti cuma Tuhan yang memiliki kebenaran hakiki. Kebenaran yang nggak berdasarkan versi siapa-siapa. Jadi cara paling baik agar tidak terjebak ISIS adalah kembali pada dogma agama kita. Berhubung agama saya islam, saya cuma menampilkan poin-poin penting Islami yang bisa kita jadikan filter "kebenaran" kita :
a. Islam itu agama damai. Islam mengutamakan jalur perdamaian daripada jalur kekerasan.
=> jadi kalau ada yang pakai kekerasan (meskipun ngaku Islam), abaikan!
b. Islam itu menerima perbedaan
=> jadi kalau ada yang maksa Islam itu harus seragam pikirannya, pakaiannya, pandangan politiknya, abaikan! Islam cuma peduli kita seragam dalam urusan ibadah mahdhoh.
c. Islam menyadari sepenuhnya kalau hidayah itu hak prerogatif Allah.
=> jadi kalau ada yang keukeuh mem-bully orang yang lepas jilbab, misalnya, dan menganggapnya "tafir", maka ia sedang ingin memainkan hak yang cuma dimiliki Tuhan.
d. Islam bilang sebagian dari sangkaan itu dari setan
=> jadi kalau ada orang yang begitu mudahnya bilang orang ini begini orang itu begitu tanpa aturan yang jelas, kamu tahu dia siapa.........?
e. Islam itu menitahkan kita berkata yang baik-baik saja.
=> kalau nggak bisa, mendingan diam!
f. Islam itu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya
=> kamu sah dibilang Islam kalau menjalankan shalat, dst, dan tidak mengonsumsi miras, dst. Tapi Allah lho, yang mensyahkan, bukan manusia.
g. Islam itu mengikuti ajaran Nabi SAW
=> Dan Nabi nggak pernah menyuruhmu membunuh orang yang tidak mengikuti arah politikmu.
f. Islam menitahkan kita untuk melihat apa yang dibicarakan orang, bukan siapa yang berbicara
=> ini diucapkan Ali bin Abi Thalib. Mungkin keponakan Nabi SAW ini udah tau suatu saat umat Rasulullah akan lebih mengultuskan pimpinan politik/kelompoknya, sehingga mudah percaya saja apa kata pemimpin mereka sekalipun salah, dan mudah memandang salah orang dari luar kelompok mereka sekalipun benar. padahal Islam mengabarkan pada kita bahwa cuma Rasulullah-lah manusia yang terjaga dari salah dan dosa.

Jadi, Pembaca. Jika suatu saat engkau ikut pengajian dan ternyata pengajian itu mengajarkanmu alan kekerasan (sekalipun berdalih jihad), jangan gampang menuduhnya ISIS. Tapi jangan juga memercayainya. Sebab sebaik-baiknya umat adalah ketika kamu menjaga diri kamu dan keluargamu dari api neraka (baca: ajaran yang sesat), tapi tidak mudah menghakimi orang lain yang berbeda denganmu di  media sosial.

Baiknya lapor saja pada RT/RW atau kepolisian, agar diklarifikasi langsung secara legal. Daripada bikin heboh media sosial doang, hayoooo?

Terakhir, mari kita sekali lagi sama-sama teriak: