Halaman

Setiap kejadian punya kisah lain di belakangnya. Ibarat panggung pertunjukan, situasi di depan dan belakang sama riuhnya. Situasi di depan, orang banyak yang tahu. Lalu bagaimana kisah di bagian belakangnya?

Di tempat inilah cerita (di belakang panggung) bergulir.......

Minggu, 06 November 2016

Terungkap! Rahasia Hidangan Laut Legendaris Cirebon


http://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Aktivitas/Jelajah-Gizi/Jelajah-Gizi-4-Membedah-Nilai-Gizi-Masakan-Minahasa

PRELUDE

Temanku mampir ke Cirebon, dan dia menantang diajak wisata kuliner khas Cirebon.
“Ah, bilang aja terus terang minta traktir. Pakai acara tantangan segala,” selorohku.
“Ha ha ha… Namanya juga usaha,” katanya. “Tapi aku nggak mau kuliner yang mainstream lho. Aku mau yang beda! Yang legendaris!”

Wah, mesti berpikir agak dalam nih. “Hmm… bagaimana kalau rebon?”
“Rebon? Bahan pembuat terasi itu? Ha ha ha…. Becanda ya? Jauh-jauh aku datang cuma buat makan terasi yang udah ada di seluruh Indonesia itu?”

Mataku berkilat misterius. “Kamu nggak tahu aja yang kumaksud….”
Ajaib, temanku tersihir rasa penasaran. “Oke. Aku ikutin apa pun rencanamu!”

HUNT FOR REBON

Ini bukan kali pertama dirinya datang ke Cirebon, karenanya dia menuntut pengalaman kuliner berbeda di kotaku tercinta ini. Aku tidak masalah. Ini justru kesempatan menunjukkan betapa hebatnya rebon,  hasil laut kebanggaan Cirebon yang legendaris itu.

Kami berencana memasak sendiri kuliner ini. Kami hunting bahannya di Pasar Kanoman yang penuh sesak pengunjung. 
pelataran Keraton Kanoman, gambar: dokumen sendiri

“Ini salah satu pasar tertua Cirebon. Hampir setua sejarah tempat itu,” aku menunjuk ke arah bangunan kuno di belakang pasar.

“Itu….. Keraton Kanoman, kan?” tanya temanku.

“Yap. Tapi sejarah rebon jauh lebih tua dari Keraton Kanoman. Malahan, Rebon jadi alasan pertama berdirinya tempat ini, sejak Pangeran Walangsungsang meninggalkan istananya di Karajaan Pajajaran. Dia memilih jadi nelayan di tempat ini, dan mengolah rebon jadi terasi.” Aku melemparkan satu bungkus terasi ke tangannya.
rebon segar. Gambar : dokumen sendiri

“Aku pernah dengar asal muasal istilah ‘terasi’. Konon katanya muncul gara-gara benda hitam jelek ini digilai orang dari mana-mana, sampai-sampai mereka bilang, ‘aku merasa ter-asih’. Yah, semacam istilah ‘maknyus’ jaman sekarang kali ya,” ujarnya.

“Nah, itu tahu. Hebat lah."

THE SECRET OF REBON

Aku membeli beberapa bahan makanan di pasar itu, terutama dua jenis rebon yang banyak terdapat di sini. Pertama rebon segar, kedua rebon kering alias ebi. Rebon basah punya keunggulan dalam hal kesegaran, sementara rebon kering unggul dalam hal keawetan. Tapi paling penting, mau segar ataupun kering, rebon memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi.

Menurut data Direktorat Gizi tahun 1992, rebon memiliki kandungan gizi sebagai berikut :

Dengan tingkat gizi sebanyak itu, rebon cocok sekali untuk anak-anak. Satu sendok makan rebon dapat memenuhi kebutuhan proteinnya. Secara umum, kebutuhan kalori pada balita itu sekitar 400 hingga 600 kalori,

Di samping itu,  udang rebon memiliki kalsiumnya yang tinggi. 100 gram  rebon segar mengandung 757 mg kalsium, sedangkan dalam 100 gram  rebon kering sebesar 2.306 mg.  Cocok sekali untuk  osteoporosis.

Aku bersyukur ada pihak seperti Sari Husada yang sangat peduli pada peningkatan Nutrisi untuk Bangsa, terutama nutrisi bagi anak-anak dan ibu hamil. Sarihusada telah beroperasi di Indonesia bahkan sejak 1954 demi menyukseskan Program Kecukupan Protein Nasional. Sarihusada bahkan memprakarsai program Jelajah Gizi untuk semakin menyukseskan visi-misi mulianya, sebagaimana kali ini menyelenggarakan Jelajah Gizi Minahasa.


THE SHOW BEGINS

Pada akhirnya kami tiba di dapur rumahku. Menu pertama yang kubuatkan untuk sang kawan adalah.....

Menu 1 : Pepes Rebon
Pepes Rebon, Gambar : dokumen sendiri

Pertama-tama kami siapkan bahan-bahan berikut :

Bahan Dasar :
Rebon kering ¼ kg

Bumbu Dasar :
Gula dan garam (secukupnya),
6 buah (atau sesuai selera) cabai rawit merah,
2 buah bawang merah,
3 buah bawang putih,
1 ruas jari kunyit,
1 ruas jari jahe,
1 ruas jari lengkuas

Bahan tambahan :
1 ons kelapa  parut;
1 batang serai;
1 butir telur ayam
Daun salam (secukupnya)
Daun pisang (secukupnya)

 Tahapan yang kami lakukan sebagai berikut :
1.     bumbu dasar, seperti gula, garam, cabai rawit merah, bawang merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, dan jahe dihaluskan.
2.     Panaskan minyak di dalam wajan, lalu bumbu dimasukkan ke dalam wajan, lalu ditambahkan pula daun salam, serai, dan garam-gula secukupnya.
3.     Setelah tercium aroma wangi, rebon kering dimasukkan ke dalam wajan, disusul parutan kelapa dan irisan daun bawang. Tunggu sampai rebon terlihat matang, lalu matikan kompor.
4.     Setelah adonan rebon agak dingin, masukkan telur sebagai pengikat/perekat adonan.
5.     Bungkus adonan menggunakan daun pisang, kemudian dipanggang di atas wajan datar.
6.     Voila! Pepes rebon pun jadi.

Mata kawanku berbinar melihat pepes rebon terhidang di meja. Dia antusias sekali mengambil satu buah pepes, kemudian mencicipinya menggunakan sendok. Senyumnya rekah.

“Sumpah, aku nggak pernah makan pepes seperti ini sebelumnya. Aku merasa terasihi! Tapi……”

“Tapi…..?” tanyaku heran.

“Tapi tetap aja mainstream. Pepes kan emang masakan khas Jawa Barat. Wajar aja dong aku makan pepes di Cirebon….”

“Baiklah kalau begitu. Bersiaplah mencoba menu kedua, tempura edamame ala Jepang dengan saus petis rebon!

Menu 2 : Tempura Edamame with Rebon Petis Sauce
Tempura edamame petis, gambar : dokumen sendiri

Ada dua PR utama dalam menu kali ini, yakni membuat tempura edamame yang ke-jepang-jepangan dengan saus petis rebon yang ke-cirebon-cirebonan. Dua masakan beda “dunia” sekaligus beda gaya. Ini jelas belum pernah ia temui di mana pun. Kawanku jadi antusias sekali pengin segera mencicipinya.

Untuk tempura, kami siapkan bahan ini :
100 gr tepung terigu
1 buah telur ayam
Sesuai selera rebon basah
Sesuai selera edamame
200 cc air dingin
200-400 cc minyak goreng

Tahapan yang kami lakukan sebagai berikut :
1.     Siapkan giling rebon basah dengan takaran sesuai selera ke dalam adonan. Kami sebut sesuai selera, karena selera kami pribadi hanya menggunakan rebon sedikit agar cita rasa rebon dalam tempura tidak terlalu menyengat yang berresiko merusak cita rasa rebon;
2.     Masukkan edamame sesuai selera, lalu masukkan tepung terigu, telur dan bumbu dasar seperti gula, garam, dan merica.
3.     Masukkan air dingin ke dalam adonan perlahan-lahan. Buat adonan tidak terlalu encer sehingga bisa dibentuk lonjongan.
4.     Masukkan lonjongan tempura ke dalam tepung terigu kering.
5.     Goreng tempura hingga terlihat matang.

Untuk saus petis rebon, kami siapkan bahan ini :
Sesuai selera cabai rawit merah
3 buah bawang putih
Secukupnya gula-garam
2 sdt kecap manis
4 sdm pasta petis

Tahapan yang kami lakukan sebagai berikut :
1.     Haluskan cabai rawit, bawang putih, gula dan garam.
2.     Masukkan ke dalam wajan dengan sedikit minyak goring
3.     Masukkan pasta petis dan kecap manis.
4.     Tuang sedikit air
5.     Voila! Pasta petis siap dihidangkan.

Mata kawanku bekerjap-kerjap melihat potongan tempura bertengger manis di sebelah saus berwarna hitam. “Apa bahan pasta petis itu? Kenapa warnanya hitam?”

Aku tersenyum. “Bahannya sama dengan terasi, yakni rebon. Bedanya terasi terbuat dari rebon mentah, kalau pasta petis dari rebon matang yang dimasak terus sampai mengental. Aku bisa saja membuatnya dari awal, tapi aku takut kamu keburu mati kelaparan.”

Dia tertawa. “Sepertinya sih begitu.”

Sambil mengobrol, dia ambil sepotong tempura, lalu mencocolnya ke dalam saus petis. Seketika dirinya terdiam dalam kunyahannya, lalu perlahan ia seperti ingin menangis.

“Kenapa? Tidak enak?” Aku harap-harap cemas.

“Justru sebaliknya,” katanya, “Ini makanan terenak yang pernah kucicipi.

“Ooh, kirain….”
peyek rebon, cocok buat pengganti kerupuk, gambar : dokumen sendiri

Aku senang mendengarnya. Aku senang membahagiakan kawanku dalam kunjungannya yang berharga. Aku pun senang dia berkesempatan mencicipi hidangan paling fundamental Kota Cirebon, yang telah menjadi jati dirinya selama 400 tahun lebih. Terlebih rebon memiliki kandungan gizi yang luar biasa, dan akusenang jika bisa ikut ambil bagian dalam meningkatkan gizi bangsa Indonesia, sebagaimana Sarihusada lakukan selama ini.
http://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Aktivitas/Jelajah-Gizi/Jelajah-Gizi-4-Membedah-Nilai-Gizi-Masakan-Minahasa


Selasa, 03 Mei 2016

[Tentang Kehilangan] Semua Gara-Gara AADC 2

Kemarin malam aku mimpi kena banjir, lalu cuci tangan dari air banjir itu. Jujur aku paling sebal mimpi yang ada air-nya. Menurut tafsir mimpi aliran Kungfu Kuburan Kuno, air berarti emosi. Kita seakan dikasih isyarat akan terlibat suatu kejadian yang menguras emosi  jiwa.
me and banjir sebenarnya banjir--bukan mimpi
Me and banjir sebenarnya banjir--bukan mimpi
Tidak tahu kebetulan atau kebenaran, siang tadi aku tonton Ada Apa dengan Cinta (AADC) 2. Orang bilang, ati-ati nonton film ini, takutnya baper. Baper?? Prett...!! Udah ga zamannya kali baper. Udah bilang "dear mantan, maapin aku yang dulu" juga.

Benar aja. Sekalipun ada beberapa adegan Cinta-Rangga yang kusukai, bukan chemistry mereka yang   memecahkan  kejumudan hatiku. Tetapi tentang Rangga yang bertemu ibunya sejak 25 tahun lalu--sejak Rangga dicampakkan begitu saja seperti kantong kresek bekas gorengan.

Ada pedih menusuk-nusuk di kedalaman saat kusaksikan Rangga menangis bisu dalam pelukan perempuan yang  meninggalkan kekosongan di hati sekaligus membuatnya menanggung rindu setengah mati. Seketika bulir hangat mengalir dari kantung mataku. Aih, mata ini mengapa tak mampu menahan emosi? Mengapa harus menangis  gara-gara Rangga bertemu perempuan renta, sakit-sakitan, dan pikun?

Hatiku sontak membuncah. Satu bisikan menjerit pelan, "Ibu!"
salah satu adegan film AADC 2
salah satu adegan film AADC 2
Getaran gemanya  mampu meluluhlantakkan  ketegaran yang kupupuk diam-diam. Aku terkejut menemukan diriku menangis bisu di dalam bioskop gelap penuh penonton. Bukan menangisi nasib Rangga, melainkan nasibku yang ternyata lebih pedih dari Rangga.

"Kamu beruntung, Rangga. Kamu masih bisa menemui ibumu seperih apa pun rasamu membebat rindu. Tetapi aku.....? Bagaimana kukejar rindu  jika kutemukan hanyalah batu nisan dingin yang tak  membalas pelukanku? Bagaimana pula kukejar rindu sang ayah yang telah mendahului ibu?"

Kadang-kadang aku sedih melihat anak-anak memilih bermusuhan dengan orangtuanya. Jika boleh berkata, aku ingin bilang, "Bolehkah orangtuamu untukku saja?"

Kadang-kadang aku cemburu melihat anak-anak dimanjakan orangtua mereka. Minta apa saja dikabulkan. Minta rumah, minta mobil, minta dimodalin kawin,  dikabulkan.

Kalian beruntung memiliki ayah-ayah dan ibu-ibu yang masih sehat dan mampu membahagiakan kalian. Kalian beruntung memiliki orangtua-orangtua yang masih bisa membalas pelukan tangan kalian. Dan kalian beruntung memiliki orangtua-orangtua yang masih bisa diajak bertengkar bersama kalian.

Maka bertengkarlah! Bingar pun tak mengapa! Setidaknya kalian masih mendengar suara mereka. Setidaknya kalian tahu mereka masih bernapas dan sehat walafiat untuk diajak berdebat.

Karena aku tidak bisa mendapatkan lagi itu semua......

Karena aku hanya bisa berpura tegar seakan aku baik-baik saja tanpa melihat senyuman mereka.....

Setidaknya aku masih dapat menyimpan kenangan indah itu. Mungkin harusnya kubilang tersimpan baik pula di dalam  komputer andai file berharga itu tidak ceroboh terhapuskan.

 Setidaknya perasaan rindu dan sayang ini tertanam  baik dalam novel Summer Triangle dan Love in Twilight yang memang kutulis khusus  mengangkat tema "tentang kehilangan" dan "baper". Tapi nggak ada tema khusus tentang kisah  orangtuaku. Ceritanya tetap percintaan ala anak muda. Namun kisah tentang orangtuaku kurepresentasikan melalui kesedihan tokoh Nina saat kehilangan kakeknya.

And last but not least....
The Hope's Family Gathering
The Hope's Family Gathering
Setidaknya aku memiliki istri, anak, mertua, saudara-saudara, dan keponakan yang mampu menetralisir racun kerinduan berlebih ini. Percayalah, bertambah umur tidak menjamin kita semakin pandai mengatasi kerinduan pahit semacam ini. Namun bertambah orang-orang yang menyayangi dan disayangi  membuat kita terbantu untuk mengatasi kerinduan ini lebih lembut dan cepat.

So thank you, Rangga. Kamu sudah membuat aku baper kayak gini. Yang kamu lakuin ke aku itu sungguh.... JA.....HAT......

Rabu, 10 Februari 2016

Sekali dalam Hidupmu, Berkunjunglah ke Sumatera Selatan!



Kamu boleh ngaku telah berkali-kali ke Palembang atau kota lainnya di Sumatera Selatan, karena provinsi ini memiliki banyak tempat yang  eksotis. Tapi sekali dalam hidupmu, berkunjunglah ke Sumatera Selatan. Dan itu sifatnya harus! Wajib! Urgen!!

sumber gambar di SINI
Kapankah kunjungan wajib itu?  Yakni pada 9 Maret 2016, saat terjadi gerhana matahari total.

Sebagai orang awam, kamu mungkin akan berpikir, “Akh, cuma gerhana matahari. Apa menariknya?”

Tapi sebagai anggota klub astronomi amatir Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan penulis novel yang menaruh perhatian pada dunia astronomi (novel Summer Triangle dan Love in Twilight), saya pastikan peristiwa ini amat langka, tidak boleh dilewatkan begitu saja. Gerhana pada tanggal itu cuma terjadi di Indonesia. Ada banyak lokasi yang bisa kamu datangi untuk menyaksikannya, tapi tidak ada tempat seperti  Sumatera Selatan. Ini alasannya :

Senin, 30 November 2015

Ingin Bebas Korupsi? Belajarlah pada Pengunjung Bioskop

Korupsi itu undefeatable. Sehebat apa pun formula, teori, dan sistem dibangun, keok dihajarnya.

Tapi saya percaya ada solusi jitu mengalahkannya, bahkan formulanya bisa sederhana saja. Salah satu  cerminannya bisa dilihat dari perilaku pengunjung di bioskop.

YANG TERJADI DI BIOSKOP
once upon a time at cinema ^_^. gambar ini milik... (klik)
Saat liburan sekolah, bioskop pasti ramai pengunjung. Antriannya meluber ke mana-mana. Dahsyatnya, kita ternyata bisa melihat miniatur perilaku bangsa kita terkait korupsi. 

Serombongan pelajar SMU yang baru datang, misalnya, dia kaget lihat antrian segitu panjang. Dia broadcast di medsos, tahulah ada temannya sudah antri di bagian depan. Dia pun titip tiket pada si teman, tidak tanggung-tanggung 10 tiket, sesuai jumlah rombongannya;

Seorang ibu gendut lain cara. Dia malas mengantri, lebih suka merayu satpam agar mau membelikannya tiket. Si satpam setuju, lalu menghampiri petugas tiket yang pasti dikenalnya, dan melaksanakan hajat si ibu gendut.

Sementara gadis cantik berambut panjang malah sepupu dari petugas tiket itu. Cukup kirim BBM atawa Whatsapp padanya, sudah dapat jaminan tiket tanpa perlu mengantri.

Bapak-bapak kurus satu ini lain cerita. Dia melihat ada ruang kosong di jalur antrian, lalu baris sendiri di sana. Pengunjung lain ikut-ikutan antri di sana. Praktis antrian jadi bercabang banyak padahal petugas tiketnya tetap saja satu. Keriuhan sudah pasti terjadi (seperti gambar di atas);

Oh tentu kita jangan melupakan aksi pemuda ini. Dia tidak kenal seorang pun. Tapi dia sok akrab ria dengan pengunjung di barian depan, lalu merayunya untuk mau dititipi tiket dengan iming-imingan hadiah uang atau semacamnya.

Perilaku di sana, Kawan, mungkin bukan bentuk pidana korupsi. Tapi kita pasti sepakat ada unsur Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme di sana. Orang melakukan segala cara untuk didahulukan kepentingannya tanpa peduli hak pengunjung lain terciderai akibat ulahnya.

Persis seperti para koruptor kita, bukan? Untuk melancarkan proyeknya terhadap suatu kementerian, misalnya, dia melakukan segala cara.
  1. Cara anak SMU sama dengan cara mendekati jaringan kawan dekat
  2. Cara ibu gendut sama dengan cara mendekati aparat yang punya akses;
  3. Cara gadiscantik sama dengan cara memanfaatkan hubungan keluarga dengan otoritas; dan
  4. Cara si pemuda adalah cara memanfaatkan uang.
Lalu bagaimana dengan cara si bapak kurus? Akh, itu mah cara klise. Cara orang kebanyakan yang tidak punya asset atau potensi sebiji pun untuk dimanfaatkan :D

Bayangkan kalau semua itu tidak terjadi. Bayangkan kalau semua pihak sudi untuk ikut aturan dan segala prosedur yang ditetapkan. Yakinkah anda masih ada perilaku korupsi di negeri ini?

SELAMATKAN ANAK-ANAK
kids at cinema ^_^ gambar ini milik.... (klik)
Pesan saya sudah jelas, budaya antri adalah solusi paling fundamental dalam mengatasi korupsi. Fundamental, karena ia bekerja pada level paling mendasar, yang dapat menentukan perilaku seseorang dalam menyikapi perbuatan-perbuatan menjurus koruptif. Tapi pesan paling utamanya adalah soal kesabaran. Ya, mengantri butuh kesabaran, dan kesabaran butuh pengorbanan besar. Ada terlalu banyak alasan agar kita tak mau bersabar (dan berkorban). Salah satu paling klise adalah kita cuma punya sedikit waktu lapang sehingga terpaksa melakukan segala cara agar hajat dilaksanakan cepat. Tapi formulanya sudah jelas, kalau ingin cepat dilayani, maka datanglah lebih pagi. Lagi pula, teori ekonomi sudah bilang tentang “supply and demand”. Kalau tidak ada “demand” dari kita, apa iya oknum pemerintahan juga berani kasih “supply”?

Oh, tentu, formula ini ada dalam koridor gagasan. Di lapangan belum tentu terwujud. Mungkin beberapa waktu akan berjalan lancar. Saat ada satu saja pihak yang balik kanan bubar jalan, pihak lainnya pasti ikutan. Itulah masalahnya berurusan dengan orang dewasa zaman sekarang. Segalanya diukur dengan rumusan “yang-lain-saja-begitu-masa-gue-nggak”. Rumusan ogah rugi!

Karenanya kita harus selamatkan anak-anak kita dari virus mematikan orang dewasa ini!
  1. Mereka harus sedini mungkin paham betapa pentingnya budaya antri. 
  2. Ajarkan mereka bahwa jika ingin dilayani dengan cepat, maka datanglah lebih pagi atau lebih cepat.
  3. Ajarkan mereka agar berani menerima resiko mengantri lebih panjang jika bersikap menunda-nunda urusan.
TIPS PELAJARAN MENGANTRI
antri di berbagai kesempatan ^_^ gambar dipinjam dari... (klik)
Lantas bagaimana cara mengajarkannya? Caranya adalah dengan menyelipkan segala kegiatan mengantri dalam kesehariannya.
  1. Di rumah, biasakan anak untuk berbaris rapi kala menerima apa pun, terutamahal menyenangkan seperti THR atau jatah kue (ini penting, karena hal-hal yang menyenangkan saja yang biasanya membuat manusia jadi 'rusuh').
  2. Di sekolah, biasakan anak untuk masuk dan keluar kelas berbaris rapi.
  3. Beri pujian apabila anak sabar mengantri;
  4. Jangan membentak apabila anak menyerobot antrian, tapi jelaskan dengan hangat mengapa dia harus sabar mengantri sesuai urutan.
  5. Orangtua harus memberi contoh bagaimana mengantri yang baik. Dan itu artinya, kita pun harus berhenti memanfaatkan mereka untuk mengambil makanan (dan memangkas antrian) dalam suatu hajatan, misalnya, manakala antrian pengunjung (terhadap makanan itu) sudah berjubel :D
Dengan begini, anak-anak akan paham bahwa melakukan segala cara untuk memangkas antrian itu memalukan, sementara patuh mengikuti antrian itu berjiwa besar. Mental mereka lambat laun akan imun terhadap (gejala) korupsi sehingga tercipta generasi yang lebih baik di masa depan!

So wish us luck. Doakan kita semua berhasil mencetak generasi yang lebih baik dalam melawan korupsi!

#parentingantikorupsi #GaPakeKorupsi

Senin, 31 Agustus 2015

Pengalaman Ikutan Kompetisi SOS Children's Villages

Beberapa waktu lalu aku dapat info kompetisi blog "Catatan Anak Bangsa" yang diadain LSM internasional SOS Children's Villages chapter Indonesia.

Berhubung hadiahnya jalan-jalan ke markas SOS Children's Villages di Bali dan berhubung ini terkait dunia anak-anak yang bersinggungan dengan pekerjaanku, aku tergoda ikutan. Kan jarang-jarang bisa maen ke Bali lewat curhatan kita? Apalagi gratisan he he...

Maka jadi lah tulisan Dia yang Menyayangi, Dia yang Menyakiti, diangkat dari pengalaman menyakitkanku selama terlibat dalam isu penanganan masalah anak di Kota Cirebon.

Nggak disangka ternyata dapet predikat 25 Terbaik! Itu tuh namaku ada di kolom warna oranye, "H. Arif Arofah", itu nama (KTP)-ku.


Sudah pasti seneng lah. Penulis blog pemalas kayak gini masih bisa dapet predikat terbaik bareng 24 orang lainnya.

Tapi sekaligus kesel, karena pengumuman pemenang nggak sekalian hari itu juga. Mungkin ini sugesti kali ya, bahwa setiap aku nggak ngarepin karyaku menang, malahan menang. Tapi kalau ngarep menang, biasanya malah nggak menang. Nah, sebelum dinoabatkan "25 Terbaik", aku nggak ngarep menang (cuma nyalurin curhat aja). Tapi abis dinobatkan "25 Terbaik", hatiku sontak ngarep menang. Istilahnya, udah bentar lagi nyampe finish, masak nggak ngarep?

Hasilnya? Kalah ha ha ha..... Tidak ada namaku di sana...

Padahal sebenernya aku sempat pesimis menang lho. Soalnya jurinya Enda Nasution, jawaranya blog Indonesia. Kupikir, ni orang pasti nggak melulu nilai aspek tulisannya aja. Pasti sekalian nilai bloggernya tergolong rajin nggak ngeblog. Kalo ternyata nggak rajin berarti traffic blognya nggak keren-keren amat, berarti analisisnya juga nggak teruji di masyarakat dunia maya.

So dia pantas untuk kalah.

Aku tahu ini cuma dugaanku aja, kejadian sebenarnya mesti nggak gini. Tapi seharusnya aku tetep bertahan dengan pesimisme itu, kali-kali aja jadi menang ha ha......

Tapi tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyatakan ketidakpuasan, apalagi menggugat hasil kompetisi. Aku sudah cukup seneng kok dengan segala yang terjadi. Dengan adanya lomba ini aku jadi semangat lagi ngeblog. Mojo-ku ternyata belum habis!  Dan aku jadi paham sepenuhnya kenapa orang-orang ini jadi pemenangnya. Tulisan mereka bagus-bagus dan menyentuh. Saatnya aku belajar pada (tulisan-tulisan) mereka.

So terima kasih atas pengalamannya, SOS Children's Village.
Terima kasih Enda Nasution.
Terima kasih, mentemen.
Terima kasih, Pengalaman.
Terima kasih semuanya :)

Jumat, 14 Agustus 2015

Dia yang Menyayangi, Dia yang Menyakiti

Saya ingin berbagi kisah menyakitkan di lingkungan saya.

Sebelumnya saya tanya, Anda ingat kisah Angeline? Oh, tentu saja Anda ingat--siapa pun akan ingat! Lewat kisah sedih ini kita tertampar oleh kenyataan betapa fragile-nya dunia anak.

Dan yang paling menyakitkan (dari permasalahan anak) betapa pihak yang kerap membuatnya fragile orang paling dekat dengannya, atau yang menyayanginya.

Saya tidak lagi bicara tentang Angeline--atau siapa pelaku sesungguhnya kasus itu. Saya bicara tentang apa yang saya lihat di lingkungan saya, Kota Cirebon. Kebetulan istri saya pekerja sosial sebuah kementerian di sana, saya sering mengantarnya terjun ke lapangan. Kebetulan pula saya berkiprah di bidang penyuluhan masyarakat. Saya kerap menemukan hal memilukan yang dialami anak-anak oleh orang-orang yang (mengaku) menyayanginya.
Ilustrasi. Sumber : di sini

1. Masa Depan Mereka Dianggap Tidak Penting

Ini terutama terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah. Mereka tidak memiliki anggaran lebih untuk menyekolahkan anak. Padahal pemerintah sudah menggratiskan biaya pendidikan dasar. Rasanya sulit dimengerti mereka membiarkan anak-anaknya turun ke jalan (entah mengemis, entah mengamen, entah menjadi polisi gopek) alih-alih sekolah. Alasan orangtuanya pun klise : "demi dapur tetap ngebul."

Lain soal dengan seorang ibu (sebut saja Ibu M). Dia single parent yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Istri saya mengupayakan si anak masuk sekolah luar biasa disokong tunjangan pemerintah. Namun Ibu M tidak sepakat dan menyiratkan bahwa hal itu memalukan. Pertanyaannya, memalukan bagi siapa? Bagi dirinya? Tidakkah dia coba melihat dengan sudut pandang anaknya? Sang anak PASTI butuh pendidikan. Alangkah lebih baik jika dia dibimbing  oleh tenaga-tenaga pengajar yang tepat dan lebih memahami kebutuhannya. Tapi Ibu M kukuh pada pendiriannya. Terakhir saya dengar, dia  memasukkan sang anak ke sekolah umum. Saya tidak menyalahkan hal tersebut, tapi saya yakin kebutuhan si anak tidak terpenuhi sepenuhnya.

2. Anak Dianggap sebagai Beban

Ada seorang ibu single parent lainnya. Dia janda ditinggal mati yang harus menghidupi tiga anaknya. Semenjak bertemu seorang lelaki, dia pergi dari rumah meninggalkan anak-anaknya dan tak kembali sampai sekarang. Si sulung kelabakan mencari kerja, dan anak nomor dua putus sekolah demi membantu sang kakak. Bagaimanapun hidup tanpa orangtua itu sulit, apalagi dengan kondisi psikologis seperti mereka. Si sulung pun menangis di hadapan istri saya. Sebagai pekerja sosial, istri akan berusaha membantu menurut kapasitasnya. Tapi alangkah memilukan jika hal ini ternyata menimpa banyak anak di Indonesia.

3. Anak adalah Obyek Kekerasan

Sebagai penyuluh masyarakat, saya menjadi mitra kelompok kerja (Pokja) prakarsa Pemkot Cirebon yang fokus dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Cirebon. Meski kota kecil, kekerasan perempuan dan anak pun terjadi di sini. Periode Agustus 2014-Maret 2015 saja terjadi 23 kasus kekerasan. Itu yang ketahuan. Bagaimana dengan yang tidak ketahuan/disembunyikan rapat-rapat?

TKPnya jelas di mana-mana. Di rumah, terminal, sekolah, bahkan kompleks olahraga yang sepi. Fokus penanganan Pokja tidak melulu pemrosesan hukum. Penanganan paling menyulitkan justru rehabilitasi psikologis korban dan pengendalian media massa.

Rehabilitasi psikologis korban tidak semata-mata agar korban bisa melanjutkan hidup, tapi juga menghilangkan ketergantungan korban terhadap pelaku. Ini misalnya terjadi pada ibu dan anak yang menjadi korban kekerasan suami/ayahnya. Tim Pokja sempat menyembunyikan mereka di safe house, tapi ibu dan anak itu memilih kembali ke rumah. Sang ibu bilang, "kalau tidak kembali, saya tidak punya uang untuk makan." Dengan kata lain, korban masih dependen pada pelaku kekerasannya.

Pengendalian media massa juga penting. Media massa juga bisa jadi faktor pemicu korban sulit move on. Bayangkan saja ketika kekerasan seksual terjadi pada siswa sekolah X, misalnya, media dengan santainya menulis berita:

"Korban, sebut saja Melati, pelajar kelas 11 sebuah SMU di kawasan Tuparev. Lokasi kejadian di rumahnya yang tak jauh dari Terminal Harjamukti."

Kendati berita terkesan implisit, warga akan mudah mendeteksi keberadaan korban lewat keterangan "minim" itu. Warga sekolah saja pasti sudah kasak-kusuk menggosok isu ini menjadi sip. Apalagi ditambah kasak-kusuk warga seantero Cirebon yang membaca koran? Pada akhirnya, korban yang sudah terguncang oleh durjana, mesti terguncang lagi oleh "penghakiman" warga yang mengenalinya lewat info minim itu. Jadi, maaf jika saya katakan pengendalian informasi sensitif seperti ini diperlukan jua.

Ilustrasi. Sumber: di sini 

Sekarang kita bicara solusi.

Kultur Indonesia itu unik : kita sungkan untuk "ikut campur" rumah tangga orang lain. Masalahnya, apakah kita akan berpangku tangan jika melihat penelantaran atau kekerasan anak di lingkungan kita sendiri?

Berikut ada beberapa langkah solutif agar kita "ikut campur" dengan cara "gaya" :

1. Jika melihat anak yang mengamen pada jam sekolah, misalnya, coba tanya mengapa dia tidak sekolah, di mana rumahnya, di mana orangtuanya. Jika alasannya malas atau semacamnya, berarti dia kurang motivasi dan teladan. Saya biasanya berbagi kisah inspiratif padanya tentang anak miskin yang gigih sekolah meski jembatan runtuh atau anak miskin yang sukses mengukir prestasi.

2. Jika masalahnya terkait mafia pengemis atau perdagangan anak, jangan bertindak sendiri. Koordinasikan dengan pihak berwajib atau lembaga sosial yang concern masalah ini.

3. Mulailah belajar sedikit tentang Psikologi. Tidak perlu rumit-rumit, cukup cara memahami cahaya mata dan raut wajah saja. Ini berguna untuk mendeteksi dini penelantaran dan kekerasan anak di lingkungan kita.
Informasi apa yang Anda dapat dari wajah anak seperti ini? Sumber gambar : di sini

4. Biasakanlah mencantumkan nomor-nomor telepon darurat pihak berwajib di ruang publik, seperti sekolah, WC umum, dan ruko-ruko tepat-Anda berbisnis. Jika hal-hal buruk terjadi  pada anak-anak, saksi kejadian tahu ke mana mesti melapor.

5. Jika terjadi kekerasan seksual, bawa korban ke Unit Gawat Darurat yang memiliki pusat pelayanan terpadu penanganan kekerasan seksual. Korban JANGAN dimandikan dulu dengan alasan apa pun agar jejak-jejak si pelaku tidak terbawa hanyut air mandi.

6. Sediakan penerangan jalan yang memadai di lingkungan kita. Lingkungan yang sepi plus remang-remang sangat disukai pelaku tindak kekerasan.

7. Jangan mudah "menghakimi" korban kekerasan seksual, terutama jika korban di bawah umur. Jangan juga terlalu kepo, tanya ini-itu yang tak perlu. Korban yang terguncang akan menganggapnya bagian dari "penghakiman".

8. Jangan pula terlalu mengumbar informasi kecuali kepada pihak berwenang yang memproses kasus ini. Gunakan katalisator "apakah yang saya sampaikan ini berguna/tidak dalam menolong si korban" sebelum berbagi informasi.

9. Jika punya dana berlebih, cobalah menjadi orangtua asuh. Bisa Anda lakukan secara swakarsa, bisa pula dengan menjadi donatur lembaga sosial yang bergerak dalam penanggulangan masalah anak.

Demikian Catatan Anak Bangsa ini saya tulis. Tentunya banyak sekali kekurangan, untuk itu saya mohon yang sebesar-besarnya. Ini semata saya sampaikan dengan harapan tercipta lingkungan yang ramah bagi anak-anak Indonesia.


PS :

Tulisan ini tertulis berkat stimulus dari lomba blog yang diadakan oleh SOS Childrens' Village. Bagi yang penasaran apa itu SOS Children's Villages silahkan klik SINI.

Kamis, 06 Agustus 2015

12 Episode SPONGEBOB yang Menyayat Batin Sampai Akhir Zaman

Nonton Spongebob di TV harus rela batin tersayat-sayat karena tayangannya diulang-ulang mulu. BOSEN! Nggak berhenti di situ, tontonan Spongebob ternyata nyisipin sindiran yang lebih menyayat lagi buat kita semua.

Dahsyatnya, "sindiran" itu  bakal abadi selama-lamanya karena tema episodenya (dijamin) up-to-date sepanjang masa. Inilah ke-12 itu...:

1. Squid's Day Off

Rilis 2 November 2000 (sea. 2 eps. 21b). Squidward curi-curi kesempatan cabut dari tempat kerja  selama Tn. Krab di rumah sakit. Tapi dia malah kena getahnya.

Up-to-date karena : ini cerita Spongebob paling aku suka. Endingnya kocak abis. Tapi ceritanya juga nyindir abis, secara aku karyawan yang (kadang) curi-curi kesempatan kalo bos lagi pergi. Kamu juga kaaaan? :v

2. The Krabby Kronicles

Rilis 8 Agustus 2008 (sea. 6 eps. 109b). Tn. Krab bikin usaha media cetak, Spongebob jadi wartawannya. Tapi berita yang didapat Spongebob mesti diplintir agar oplah koran naik. Spongebob lalu sadar itu nguntungin Tn. Krab tapi merugikan orang yang diberitakan.

Up-to-date karena : kamu tahu sendirilah tabiat kita di media zaman sekarang, nggak usah dijelasin lagi :v

3. The Paper

Rilis 14 Februari 2000 (sea. 1 eps. 16b). Spongebob yang bermain imajinasi pakai kertas bekas permen. Squidward mupeng, sampai rela barter pake apa pun termasuk rumahnya. Tapi imajinasi yang sama nggak berlaku buat dia :v

Up-to-date karena : Satu imajinasi nggak akan menghasilkan hal sama pada orang berbeda. Orang yang kaya imajinasi akan mencipta, dan orang yang kurang imajinasi akan.... copy-paste? :)

4. Squirrel Jokes

Rilis 27 November 2000 (sea. 2 eps. 31b). Spongebob jadi stand-up commedian. Dia jadiin Sandy sebagai obyek leluconnya. Spongebob harum namanya sebagai komik, dengan menabur aroma bangkai pada Sandy.

Up-to-date karena : ini hobi kita di media sosial. Kita ingin dibilang lucu, tapi dengan mengatai orang lain, Etapi di luar media sosial juga gitu ding :D

5. Not Normal

Rilis 4 Maret 2008 (sea. 6 eps. 104a). Squidward berusaha mendikte Spongebob bahwa Spongebob tidak normal, dan HARUS berubah normal.

Up-to-date karena : kita gemar mendikte orang lain agar menjadi seperti yang kita inginkan, dan kita harus berhenti mendengarkan orang lain yang ingin membuat kita TIDAK menjadi diri kitasendiri! :)

6. Chocolate with Nuts

Rilis 1 Juni 2002 (sea. 3 eps. 52a). Spongebob-Patrick jualan coklat pengin jadi jutawan. Mereka tidak sadar kena tipu salesman licik. Siapa nyana customer yang mereka kira gila malah bikin mereka kaya.

Up-to-date karena : Hidup selalu bermurah hati pada orang yang berusaha.... dan tidak pilih-pilih pelanggan :v

7. Squidville

Rilis 6 Maret 2001 (sea. 2 eps. 26b). Squidward ogah tetanggaan lagi dengan Spongebob-Patrick. Dia mutusin pindah ke Tentacle Acres. Sejauh mata memandang dia melihat model rumah yang sama dan spesies-spesies yang sama. Awalnya dia bahagia, merasa bagai di surga. Lama-lama dia bosan, merasa hidup terlalu monoton.

Up-to-date karena : Susahnya jadi masyarakat perkotaan. Mereka pindah ke perumahan berharap ketenangan, yang didapat malah kesepian. Kayak aku! :v

8. Patty Hype

Rilis 17 Februari 2001 (sea. 2 eps 25a). Restoran Krabby Patty hampir bangkrut. Spongebob datang dengan ide patty warna-warni, tapi Tn. Krab menolaknya mentah-mentah. Spongebob lalu menjualnya dengan modal sendiri, eh ternyata malah laku keras.

Up-to-date karena : Kita mudah menyepelekan ide yang datang dari comberan sekalipun, dan menyia-siakan ide kita untuk orang yang tidak menghargainya!! :D

9. Jellyfish Hunter

Rilis 28 September 2001 (sea. 2 eps. 39a). Spongebob hobi nambahin patty-nya pake selai ubur-ubur. Ternyata orang pada suka. Tn. Krab langsung mengendus keuntungan yang banyak. Dia suruh Spongebob ngumpulin SEMUA ubur-ubur buat disiksa dan menghasilkan lebih banyak selai ubur-ubur.

Up-to-date karena : apa pun dilakukan demi keuntungan. businessman takes it all :v

10. No Nose Knows

Rilis 4 Agustus 2008 (sea. 6 eps 107b). Patrick pengin banget punya idung, dia menjalani bedah plastik. Sekarang semua orang dibikin repot. Apa pun yang Patrick cium tercium bau.

Up-to-date karena : banyak orang tidak puas dengan kondisi tubuhnya. Banyak yang operasi plastik. Sebagin berakhir epik, sebagian tragis :(

11. Big Pink Loser

Rilis 16 November 2000 (sea. 2 eps. 23a). Patrick pengangguran, tapi pengin dapat award. Dia niru attitude Spongebob supaya dapat banyak award kayak Spongebob, bikin Spongebob meradang.

Up-to-date karena : mirip ide The Paper tapi lebih menjurus ke arah habit/attitude.

12. Prehibernation Week



Rilis 5 Mei 2001 (sea. 2 eps. 27a). Sandy kalap sebentar lagi mau hibernasi. Dia ingin melakukan aktivitas apa pun dengan Spongebob sebelum hebarnasi.

Up-to-date karena : perasaan, tiap tahun kalau mau Bulan Puasa, orang-orang pada kalap nyetok sembako dan pesta di restoran enak :)



Segini aja, Gan, tulisan saya. Kurang-lebihnya saya mohon maap. Barangkali ada yang mau menambahkan, monggo :)

pranala luar :